Imbas Dugaan Malpraktik di RSUD Sentot Patrol, Dinkes Indramayu Bentuk Majelis Ad-Hoc

Kuasa hukum keluarga korban, Toni RM, usai menghadiri pemeriksaan dari Majelis Ad-Hoc, di Dinkes Indramayu. (foto/mandanews.id/riyan)

Mandanews.idIndramayu – Imbas dari dugaan malapraktik yang mengakibatkan meninggalnya Kartini (23) dan bayinya usai persalinan di RSUD Pantura MA Sentot Patrol, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, Dinas Kesehatan (Dinkes) Indramayu, bentuk majelis Ad-Hoc.

Diketahui, Majelis Ad-Hoc adalah majelis yang dibentuk oleh Dinas Kesehatan sesuai dengan Undang-undang kesehatan nomor 17 tahun 2023 yang bekerja independen.

Majelis Ad-Hoc sendiri telah mengundang keluarga almarhumah Kartini, pada Selasa (9/1/2024), untuk dimintai keterangan terkait kronologis kejadian meninggalnya almarhumah Kartini dan bayinya usai menjalani persalinan di RSUD Pantura Sentot.

“Jadi tadi kami keluarga Kartini dimintai keterangan oleh tim Ad-Hoc, yang tadi saya tanya ketuanya itu Dokter Himawan dari Pogi (Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia) Ciayumajakuning,” kata Kuasa hukum keluarga korban, Toni RM, usai menghadiri pemeriksaan dari Majelis Ad-Hoc, di Dinkes Indramayu.

“Intinya memintai keterangan langsung, karena sebelumnya pihak RSUD Sentot juga telah dimintai keterangan, sehingga tidak adil kalau tidak memintai keterangan dari pihak keluarga Kartini,” sambungnya.

Di sisi lain, Toni mengatakan, pelayanan di RSUD Pantura MA Sentot Patrol memiliki pelayanan yang buruk dan tidak melayani pasiennya sesuai dengan prosedur.

“Sudah kami jelaskan semua dari awal di puskesmas Kertawinangun yang tidak bisa normal karena peralatannya itu tidak mencukupi, kemudian dirujuk ke rumah sakit Sentot,” ungkapnya.

“Nah sampai di sana kita ceritakan semua, bahwa pelayanannya itu buruk. Kemudian tidak digubris ketika Tasrun (Suami korban) menyampaikan ingin Cesar. Jadi banyak sekali, tadi terungkap sampai detail,” tambahnya.

Toni mengungkapkan, alasan kematian Kartini yang disampaikan oleh pihak RSUD Pantura MA Sentot Patrol tidak rasional, bayi Kartini dianggap meninggal sejak di dalam kandungannya.

“Yang paling menarik adalah tadi, ketika diambil keputusan persalinan normal itu perawatnya mengatakan detak jantung bayi dan ibunya itu normal, sehingga diambil keputusan persalinan normal,” jelasnya.

“Kenyataannya setelah lahiran dinyatakan mati dalam kandungan, ini juga yang kami protes. Itu kompetensi perawat atau bidan atau dokter itu bagaimana? kok tidak bisa mendeteksi, kalau memang mati dalam kandungan kok tidak diberitahu,” ungkap dia.

Toni menjelaskan, pihak keluarga korban meminta pertanggung jawaban pihak rumah sakit, serta meminta agar pelayanan RSUD Pantura Sentot dibenahi.

“Dari tim Ad-Hoc menanyakan inginnya apa dari keluarga? Kalau kami kan karena ada kejanggalan-kejanggalan, maka ada dua yang kami harapkan, satu rumah sakit bertanggung jawab dan yang kedua pelayanan rumah sakit Sentot itu harus dibenahi, Karena banyak sekali yang komentar di medsos menyampaikan bahwa pelayanannya buruk,” jelas dia.

Sebelumnya, dugaan malapraktik di RSUD Pantura MA Sentot, terjadi pada Selasa (19/12/2023) malam, dan viral di media sosial.

Dalam video yang berdurasi 21 menit 16 detik tersebut, memperlihatkan seorang bayi meninggal setelah dilahirkan oleh seorang ibu asal Desa Kertawinangun, Kecamatan Kandanghaur, Kabupaten Indramayu. Nahasnya, tak lama berselang, sang ibu pun turut meninggal. (Riyan/Dwi)