Toni RM Kritik Keras MA soal Penolakan PK Tujuh Terpidana Kasus Vina dan Eky

Praktisi hukum Toni RM. (foto/mandanews.id/riyan)


Indramayu, Mandanews.id – Praktisi hukum Toni RM mengkritik keras keputusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak Peninjauan Kembali (PK) tujuh terpidana kasus pembunuhan Vina dan Eky di Cirebon, Jawa Barat, pada 2016.

Toni menilai keputusan tersebut tidak tepat dan penuh kejanggalan, khususnya terkait bukti baru yang diabaikan dalam sidang PK.

“Saya kaget atas putusan ini. MA menolak PK dengan alasan tidak menemukan kekhilafan nyata dan kekeliruan hakim di tingkat pertama hingga kasasi. Padahal, ada saksi baru yang dihadirkan dan memberikan keterangan berbeda,” kata Toni RM, Senin (16/12/2024).

Menurut Toni, saksi-saksi yang diajukan dalam sidang PK di Pengadilan Negeri (PN) Cirebon menyatakan bahwa mereka bersama para terpidana saat kejadian berlangsung.

Namun, keterangan para saksi tersebut tidak dimasukkan dalam pertimbangan putusan MA.

“Saya melihat saksi itu adalah novum atau bukti baru yang valid sesuai Pasal 263 ayat 2 KUHP. Bukti baru bisa berupa surat maupun keterangan saksi, dan ini jelas memenuhi syarat. Keputusan MA yang mengabaikan ini sangat mengecewakan,” tegas Toni.

Toni juga menyoroti sejumlah kejanggalan dalam proses hukum kasus tersebut, termasuk barang bukti yang tidak diperiksa secara tuntas.

Ia menyebutkan beberapa bukti penting, seperti rekaman CCTV yang tidak dibuka, enam ponsel yang disita, hingga sperma yang ditemukan di tubuh korban Vina, yang semuanya diabaikan.

“Bagaimana mungkin dengan kejanggalan sebanyak itu tetap memutus mereka bersalah? Saya heran dengan pemikiran Hakim Agung dalam perkara ini,” ujarnya.

Toni bahkan menduga keputusan MA dilatarbelakangi keinginan untuk melindungi institusi tertentu.

“Saya menduga ini demi menjaga nama baik tiga institusi, yakni Polri, Kejaksaan, dan Pengadilan. Tapi kalau seperti ini, keadilan untuk terpidana dan korban jadi terabaikan,” tambahnya.

Sebagai langkah lanjutan, Toni mendorong tim kuasa hukum tujuh terpidana untuk kembali mengajukan PK.

Ia menegaskan, Pasal 263 ayat 1 KUHP tidak membatasi jumlah pengajuan PK selama ada bukti baru yang kuat.

“Ajukan saja lagi. Selama ada novum yang relevan, tidak ada larangan mengajukan PK berkali-kali. Ini demi keadilan untuk semua pihak,” tutup Toni. (Riyan/Dwi)