Pakar Intelijen Deskripsikan Urgensi Penguatan Kompetensi SDM Intelijen Obat dan Makanan

Dede Farhan Aulawi saat menjadi narasumber dalam Workshop Intelijen Strategis 2024 yang diselenggarakan Direktorat Intelijen BPOM di Bandung. (foto/mandanews.id/dok.ist)


Bandung, Mandanews.id – Pakar intelijen Dede Farhan Aulawi menyoroti pentingnya penguatan kompetensi sumber daya manusia (SDM) di bidang intelijen obat dan makanan.

Menurutnya, dinamika dan tantangan yang dihadapi intelijen obat dan makanan semakin kompleks di tengah perkembangan teknologi dan modus kriminalitas yang terus berkembang.

“Intelijen obat dan makanan memiliki dinamika dan tantangan tersendiri. Peran pimpinan dalam mengidentifikasi permasalahan serta mencari solusi sangat penting, termasuk kematangan emosional dan kecerdasan tim untuk meningkatkan kinerja organisasi,” kata Dede saat menjadi narasumber dalam Workshop Intelijen Strategis 2024 yang diselenggarakan Direktorat Intelijen BPOM di Bandung, Jumat (27/9).

Kegiatan yang berlangsung di Hotel De Paviljoen, Bandung, ini diikuti oleh 20 orang dari Direktorat Intelijen Obat dan Makanan serta 31 peserta dari Unit Pelaksana Teknis Balai Besar POM provinsi dan kabupaten/kota.

Dede menjelaskan bahwa Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) bertugas mengawasi peredaran obat-obatan dan makanan di Indonesia, mirip dengan Food and Drug Administration (FDA) di Amerika Serikat dan European Medicines Agency di Uni Eropa.

BPOM tidak hanya berfungsi sebagai regulator, tetapi juga pelaksana dan pemberdaya. Oleh karena itu, peningkatan kompetensi teknis dan soft skills SDM menjadi krusial dalam menjamin pelaksanaan tugas secara profesional.

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa dalam Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017 tentang BPOM, dibentuk Deputi Bidang Penindakan dengan tiga fungsi utama, yakni cegah tangkal, intelijen, dan penyidikan.

Hal ini diterjemahkan melalui Peraturan BPOM Nomor 26 Tahun 2017, yang mencakup pelaksanaan tugas oleh Direktorat Pengamanan, Intelijen, dan Penyidikan Obat dan Makanan.

Tantangan yang dihadapi intelijen obat dan makanan meliputi perkembangan teknologi, peningkatan perdagangan obat dan makanan secara online, keterbatasan SDM, serta belum adanya jejaring intelijen yang memadai di sektor ini.

Dede juga menekankan pentingnya pelaporan intelijen yang lengkap, menggunakan format 5W+1H, serta mendukung operasi yang efektif dengan rencana operasi yang jelas.

“Operasi intelijen harus terorganisir dengan baik, melibatkan dukungan administrasi dan logistik yang memadai, serta disertai dengan rencana operasi dan laporan informasi,” tegasnya.

Dede juga menggarisbawahi pentingnya jejaring intelijen yang melibatkan kerjasama antar-lembaga, untuk memfasilitasi pertukaran informasi dalam pemberantasan kejahatan obat dan makanan.

Kreativitas dalam membangun jejaring tanpa membebani anggaran menjadi kunci keberhasilan operasi intelijen di lapangan.

“Tanpa kreativitas, perencanaan operasi sering kali terhambat oleh keterbatasan anggaran,” tutup Dede.

Workshop ini menjadi bagian dari upaya BPOM untuk memperkuat pengawasan terhadap peredaran obat-obatan dan makanan ilegal, serta meningkatkan profesionalisme SDM intelijen di Indonesia. (Dwi/red)