Dede Farhan Aulawi Bicara Tingginya Ketergantungan Produk Impor dalam Perspektif Hankam


Bandung, Mandanews.id – Pemerhati pertahanan dan keamanan (hankam) Dede Farhan Aulawi menyoroti tingginya ketergantungan Indonesia terhadap produk impor, terutama dari perspektif pertahanan.

Dalam perbincangan santai dengan koleganya, Dede menyampaikan bahwa setiap peristiwa, baik yang dialami langsung atau dilihat dari kejauhan, selalu memberikan pelajaran penting.

Menurutnya, analisis yang tepat harus dilakukan untuk mengetahui akar masalah, dampaknya, serta strategi perbaikan dan antisipasi.

“Ketergantungan Indonesia pada beberapa komoditi strategis seperti beras dan susu impor sangat tinggi,” ujarnya, Rabu (05/09/2024) di Bandung.

Dede mencontohkan konflik Rusia-Ukraina yang berdampak pada perekonomian Jerman sebagai pelajaran penting.

Meskipun tidak terlibat langsung, Jerman mengalami kerugian akibat embargo ekonomi terhadap Rusia, yang merusak pasokan gas alam untuk industrinya.

Dede menambahkan, kerjasama antarnegara dalam pemenuhan kebutuhan strategis memang penting, namun ketika hubungan politik terganggu, hal ini bisa berdampak besar.

“Jerman diuntungkan oleh gas Rusia, begitu pula sebaliknya, tetapi konflik politik bisa mengganggu kepentingan kedua belah pihak,” jelasnya.

Indonesia, lanjut Dede, harus belajar dari kejadian ini. Ketergantungan pada impor beras dan susu menunjukkan belum tercapainya kedaulatan pangan.

Selain itu, lahan pertanian yang tidak produktif dan masalah-masalah penunjang seperti kelangkaan pupuk, irigasi yang buruk, serta minimnya tenaga kerja pertanian semakin memperparah situasi.

Fakta ini berdampak pada ketergantungan pangan terhadap impor. Dede menekankan bahwa ketergantungan impor menjadi indikator kemandirian dan ketahanan pangan suatu negara.

Bahkan, selain pangan, Indonesia juga masih bergantung pada impor produk elektronik seperti smartphone dan televisi dari negara-negara seperti China, Korea Selatan, dan Jepang.

Dede juga menyoroti ketergantungan Indonesia pada produk susu impor yang mencapai 40,42 persen dari kebutuhan nasional.

Produksi susu dalam negeri tidak cukup untuk memenuhi permintaan, dan impor susu dilakukan terutama untuk kebutuhan industri pengolahan.

“Jika impor susu dilakukan secara terdistribusi dari berbagai negara, harga dan kualitas produk bisa lebih kompetitif, serta jumlahnya stabil,” kata Dede.

Dari perspektif hankam, semakin tinggi ketergantungan suatu negara pada produk impor, semakin rentan negara tersebut dalam menjaga kemandirian dan mempertahankan kepentingan nasional.

Dede menutup dengan pesan bahwa ketergantungan ini harus diatasi dengan langkah-langkah strategis demi kemandirian bangsa. (Dwi/red)