Pimpinan LP2TK, Dede Farhan Aulawi: Peran Krusial Digital Forensik di Era Kejahatan Siber

Bandung, Mandanews.id – Di tengah pesatnya perkembangan teknologi informasi, modus operandi kejahatan juga terus berkembang, demikian diungkapkan oleh Pimpinan Lembaga Pengembangan Profesi dan Teknologi Kepolisian (LP2TK), Dede Farhan Aulawi, dalam sebuah diskusi santai dengan koleganya di sebuah kafe di Bandung, Sabtu (22/06/2024).

“Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya teknologi informasi, berbagai modus kejahatan pun terus berkembang. Kejahatan yang menggunakan teknologi informasi mempermudah operasi kriminal, memperkecil risiko ketahuan, sulit dalam pelacakan, bahkan bisa dilakukan sendirian,” kata Dede.

Ia menambahkan bahwa metode dan teknik penyelidikan serta penyidikan kejahatan harus mengikuti irama perkembangan tersebut agar penyidik tidak kesulitan dalam memecahkan kasus pidana.

Salah satu disiplin ilmu yang berkembang pesat dalam merespon dinamika kejahatan ini adalah Digital Forensik.

Dede menjelaskan bahwa ilmu ini penting untuk memulihkan dan menginvestigasi konten pada perangkat digital yang dijadikan barang bukti, terutama dalam kasus kejahatan siber.

“Digital forensik diperlukan ketika barang bukti digital dari penyelidikan kasus kejahatan siber dikunci, dihapus, atau disembunyikan. Melalui investigasi forensik, diharapkan bukti-bukti tersebut dapat dikembalikan,” ungkapnya.

Dede juga mengungkapkan data terkait tingkat kejahatan siber di Surface Web, seperti kebocoran data (36%), pornografi (15%), dan peretasan (49%).

Sementara di Deep Web, kejahatan yang terjadi meliputi transaksi narkoba (29%), kebocoran data (26%), dan transaksi senjata (7%).

“Keterampilan dalam digital forensik sangat penting untuk mengungkap kejahatan di kedua lapisan web ini,” tambahnya.

Mengenai pandangan umum tentang Google sebagai ‘Mbah Dukun Modern’, Dede menjelaskan bahwa Google hanya mampu menemukan informasi di permukaan.

“Google tidak sedangkal itu dan ada jutaan hal yang tersembunyi dari Google. Salah satunya adalah deep web,” katanya.

Menurutnya, deep web adalah bagian dari internet yang tidak bisa ditemukan oleh mesin pencari seperti Google karena data atau informasi yang ada di dalamnya memiliki nilai lebih dan sifatnya rahasia.

Dede menambahkan bahwa deep web bukanlah tempat untuk konten-konten menakutkan seperti yang sering disalahpahami masyarakat.

Sebaliknya, konten di deep web justru lebih “berbobot” dan berharga daripada yang ada di permukaan.

“Setiap website yang mengharuskan pengunjungnya untuk login dengan password sebenarnya termasuk bagian dari deep web,” jelasnya.

Ia juga menggarisbawahi bahwa meskipun deep web menyimpan konten-konten yang lebih berharga dan rahasia, ada bagian yang lebih dalam lagi yang dikenal dengan dark web.

“Untuk bisa mengakses dark web diperlukan TOR browser dan mayoritas situsnya hanya bisa diakses secara anonim,” ungkapnya.

Dede menjelaskan bahwa dark web menjadi perhatian publik setelah penangkapan “Dread Pirate Roberts” dari marketplace “Silk Road”.

“Untuk mengungkap kejahatan berbasis internet ini, sangat diperlukan banyak ahli yang terampil di bidang tersebut,” pungkas Dede, mengakhiri diskusi tentang pentingnya keterampilan digital forensik dalam era kejahatan siber yang terus berkembang. (Dwi/Red)